Senin, 20 April 2009

Listeria monocytogenes

Listeria monocytogenes

Listeria monocytogenes bukan merupakan hal yang baru lagi. Sejak 1911, para ilmuwan menemukan bahwa bakteri tersebut menginfeksi hewan. Pada tahun 1929 muncul kasus pertama pada manusia. Awalnya, banyak pihak yang berpendapat bahwa hewan ternak menularkan Listeria monocytogenes kepada para petani, tetapi ketika muncul kasus di kota, departemen kesehatan masyarakat menyadari bahwa kontak dengan hewan bukanlah satu-satunya penyebab penyebaran Listeria monocytogenes.

· Karakteristik umum

Bakteri ini merupakan bakteri Gram-positif, dan motil/bergerak dengan menggunakan flagella. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 1-10% manusia mungkin memiliki L. monocytogenes di dalam ususnya. Bakteri ini telah ditemukan pada setidaknya 37 spesies mamalia, baik hewan piaraan maupun hewan liar, serta pada setidaknya 17 spesies burung, dan mungkin pada beberapa spesies ikan dan kerang. Bakteri ini dapat diisolasi dari tanah, silage (pakan ternak yang dibuat dari daun-daunan hijau yang diawetkan dengan fermentasi), dan sumber-sumber alami lainnya. Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L. monocytogenes sangat kuat dan tahan terhadap efek mematikan dari pembekuan, pengeringan, dan pemanasan. Sebagian besar L. monocytogenes bersifat patogen pada tingkat tertentu.

  • Morfologi

Secara mikroskopis, L. monocytogenes nampak kecil, tergolong bakteri Gram positif, berbentuk seperti tangkai yang kadang-kadang membentuk rantai pendek. Sekilas memang bakteri ini nampak coccus, sehingga kadang orang mengira bakteri ini streptococcus. Flagel akan dibentuk pada suhu kamar tetapi bukan pada 37°C. Aktivitas hemolitik pada darah digunakan sebagai indikator yang membedakan Listeria monocytogenes dengan spesies Listeria yang lain, tetapi ini bukan kriteria yang pasti dalam klasifikasi.

  • Klasifikasi

Kingdom : Bacteria

Phyllum : Firmicutes

Classis : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Listeriaceae

Genus : Listeria

Species : Listeria monocytogenes

  • Penyakit yang timbul karena bakteri Listeria monocytogeneses

Listeriosis adalah suatu infeksi oleh bakteri Listeria monocytogenes yang didapat sebelum lahir atau selama persalinan (dari ibu) atau sesudah lahir (di rumah sakit). Janin, bayi baru lahir dan ibu hamil sangat rentan terhadap bakteri ini. Listeriosis pada ibu hamil yang terjadi pada awal kehamilan biasanya menyebabkan keguguran. Bakteri ini bisa melewati plasenta (ari-ari). Listeriosis pada akhir kehamilan bisa menyebabkan kelahiran mati atau kematian bayi dalam beberapa jam setelah lahir. Sekitar 50% janin yang terinfeksi pada akhir kehamilan akan meninggal. Selain itu, penyakit ini juga umum dijumpai pada hewan pemamah biak dan mungkin juga menjangkiti babi, anjing, kucing, beberapa binatang buas. Encephalitis (penyakit otak) adalah bentuk yang paling umum dari penyakit pada binatang pemamah biak. Pada binatang muda, dapat terjadi peradangan pada organ dalam. Peradangan pada janin via plasenta sering mengakibatkan keguguran pada domba, kambing, dan lembu.

  • Penyebaran

Listeria monocytogenes tersebar di alam dan biasanya dibawa oleh aneka jenis binatang peliharaan maupun liar. Daging mentah, susu tanpa pasteurisasi, buah maupun sayur mentah dapat tercemar bakteri ini. Manusia bisa terkena Listeriosis dari makanan serta kontak dengan binatang yang terjangkit oleh bakteri Listeria. Bayi mungkin lahir dengan terjangkit bakteri ini jika ibunya makan makanan tercemar selama hamil. Hewan ternak mungkin terjangkit bakteri saat mencerna tumbuh-tumbuhan maupun berinteraksi dengan tanah yang mengandung bakteri L. monocytogenes.

  • Penyebab

Bakteri Listeria monocytogenes. Bakteri ini biasanya ditemukan pada hewan liar, hewan peliharaan, tanah dan air. Pada manusia, bakteri ini seringkali menyebabkan septikemia atau meningitis. Janin, bayi baru lahir dan ibu hamil sangat rentan terhadap bakteri ini.
Listeriosis pada ibu hamil yang terjadi pada awal kehamilan biasanya menyebabkan keguguran. Bakteri ini bisa melewati plasenta (ari-ari) Listeriosis pada akhir kehamilan bisa menyebabkan kelahiran mati atau kematian bayi dalam beberapa jam setelah lahir. Sekitar 50% janin yang terinfeksi pada akhir kehamilan akan meninggal.
Listeriosis biasanya ditularkan melalui makanan, yaitu produk olahan susu yang tidak dipasteurisasi atau sayuran mentah yang terkontaminasi oleh bakteri Listeria

  • Penularan

Listeriosis biasanya ditularkan melalui makanan, yaitu produk olahan susu yang tidak dipasteurisasi atau sayuran mentah yang terkontaminasi oleh bakteri Listeria. Infeksi dapat terjadi di dalam kandungan (melalui plasenta. ke janin atau melalui jalan lahir). Wabah yang terjadi di bangsal adalah akibat terjadinya infeksi silang diantara sesama bayi baru lahir. Selain itu dapat terjadi infeksi tranplasental yang menyebabkan timbulnya gejala infeksi berat seperti peumonia, sepsis, abses milier dan abses hati. Koloni kuman ini dapat dijumpai di hidung, tenggorokan, mekonium, darah dan air seni.

Penyakit karena pangan ( foodborne diseases ), atau dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai keracunan makanan, dapat disebabkan adanya patogen (virus, bakteri, protozoa, cacing) maupun bahan kimia (residu pestisida, logam berat, bahan tambahan ilegal, mikotoksin dan sebagainya). Meskipun di Indonesia kita tidak tahu persis magnitut dari kasus-kasus penyakit asal pangan, akan tetapi mengingat pangan dikonsumsi paling tidak 3 kali sehari, maka pangan adalah bahan yang kontak dengan tubuh paling sering dan dapat diperkirakan kasus-kasus keracunan yang terpublikasi (umumnya di surat kabar) merupakan fenomena puncak gunung es saja. Apakah yang menjadi penyebab utama penyakit asal pangan di Indonesia? Patogen atau Senyawa kimiakah? Hal ini juga tampaknya sukar dijawab karena data lengkapnya belum tersedia. Akan tetapi, mengingat di negara-negara maju dengan tingkat sanitasi tinggi pun melaporkan bahwa patogen adalah penyebab utama kasus-kasus penyakit asal pangan, maka cukup aman untuk mengasumsikan bahwa kemungkinan besar kasus-kasus penyakit asal pangan di Indonesia juga didominasi oleh patogen asal pangan (foodborne pathogen)

Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan-makanan yang tercemar oleh patogen tersebut umumnya ditandai dengan terganggunya fungsi-fungsi saluran pencernaan. Gejala yang paling lazim muncul adalah diare. Di negara ini, barangkali banyak kasus-kasus diare ringan yang tidak dilaporkan. Bahkan kadang-kadang oleh sekelompok masyarakat diare seringkali tidak dianggap sebagai penyakit. Diare pada anak-anak, misalnya, secara tradisional kadang-kadang diartikan masyarakat sebagai “tanda-tanda” si anak mau tumbuh dan sebagainya. Padahal kita mengetahui bahwa kasus-kasus diare juga dapat bersifat fatal, seperti misalnya pada kasus-kasus kolera. Oleh karenanya, penulis mencantumkan “hanya” dalam tanda kutip karena diare sebenarnya tidak dapat dipandang sebelah mata. Diare yang berlebihan akan menguras cairan tubuh, dan beberapa diantaranya diikuti dengan sekuelae atau gejala ikutan lainnya yang dapat berakibat fatal. Selain itu beberapa patogen mengakibatkan penyakit di organ tubuh lain disamping saluran pencernaan. Gagal ginjal, keguguran kandungan, bayi lahir mati ( stillbirth ), dan lain-lainnya ternyata dapat disebabkan oleh patogen asal pangan.

Secara umum penyakit-penyakit karena patogen asal pangan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi . Infeksi adalah penyakit asal pangan yang paling banyak diketahui dan telah lama dipelajari. Infeksi terjadi karena masuknya patogen hidup seperti virus, bakteri, protozoa, cacing melalui bahan pangan. Patogen yang berhasil bertahan melalui asam lambung dan mencapai usus akan berusaha untuk memulai komunitas barunya dengan berbagai mekanisme yang dimiliki oleh masing-masing patogen tersebut. Beberapa bakteri sebenarnya tidak tahan dengan pH lambung, akan tetapi jika terdapat dalam jumlah besar pada makanan atau terlindung oleh kandungan lemak yang tinggi pada makanan, maka sebagian dari bakteri yang berhasil mencapai usus akan berusaha hidup, dan pada saat yang bersamaan mengganggu kesehatan inang (manusia) yang ditumpanginya dengan berbagai cara.

Jika virus masuk ke dalam tubuh , virus tersebut akan mengintegrasikan materi genetiknya ke dalam sel manusia dan jika berhasil mengekspresikan gen, membuat cukup kopi, serta selubung protein, maka virus dapat memperbanyak diri dan melumpuhkan sel manusia yang ditumpanginya. Virus polio, misalnya, lazim ditemukan dalam susu mentah dan banyak menyebabkan penyakit sebelum konsep pasteurisasi dikenal. Virus asal pangan yang paling dominan di negara-negara maju adalah virus Norwalk-like yang menyebabkan penyakit melalui konsumsi salad. Makanan sayur mentah mentah, misalnya, sangat rawan terhadap cemaran virus ini.

Bakteri umumnya berusaha menempel pada usus dan memperbanyak diri pada usus sebelum mengganggu sistem saluran usus. Sebagian bakteri diketahui menempel melalui fimbriae spesifik pada usus manusia (dan juga hewan) dan keberadaanya pada daerah usus dapat mengganggu sistem pencernaan. Hal ini dilaporkan terjadi pada bakteri-bakteri yang tergolong dalam kelompok Escherichia coli Enteropatogenik. Beberapa bakteri mengganggu sistem absorpsi cairan dalam usus melalui toksin yang dibentuknya di dalam saluran usus. Fenomena ini disebut toksoinfeksi dan terjadi pada kasus kasus diare oleh Escherichia coli Enterotoksigenik (ECET) maupun kolera oleh Vibrio cholerae. Salah satu toksin ECET dan toksin kolera bahkan memiliki kesamaan dan antibodi yang dihasilkan saling menetralisir satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa toksin tersebut secara imunokimia serupa.

Bakteri dan toksin bakteri lainnya tidak hanyak beroperasi di usus, tetapi mencapai aliran darah dan mengganggu fungsi organ tubuh lainnya. Salmonella typhi , bakteri penyebab demam tifoid (tifus) misalnya, tidak hanya berdiam di dalam usus tetapi mampu menembus dinding usus dan dapat ikut di dalam aliran darah, bahkan “bersembunyi” dalam sel makrofag yang mestinya menelan dan membunuhnya.. Oleh karena sifatnya ini, kita ketahui bahwa gejala tifus dapat bersifat sistemik, menjalar di berbagai organ tubuh. Listeria monocytogenes adalah contoh lain bakteri yang dapat meninggalkan usus dan mengifeksi organ lain dalam tubuh. Bakteri L. monocytogenes yang suka suhu dingin ini bahkan dapat menembus plasenta dan jika menginfeksi ibu hamil dapat mencapai bayi dalam kandungan dan mengakibatkan keguguran maupun lahir mati. Kasus-kasus keracunan dengan tingkat fatalitas mencapai 33.3% banyak dilaporkan di negara Kanada, Amerika dan bahan pangan yang diduga seringkali menjadi penyebabnya adalah keju lunak (soft cheese) yang diolah dari susu tak dipasteurisasi. Kasus pertama yang dilaporkan banyak merenggut nyawa ibu dan bayi ini terjadi di California karerna konsumsi keju. Disamping itu kasus listeriosis yang memakan banyak korban juga pernah diakibatkan oleh coleslaw (salad kubis) yang bahan bakunya tercemar oleh bakteri ini.

Mekanisme lain dari bakteri adalah tidak meninggalkan usus, tetapi menghasilkan toksin yang dapat menembus usus dan mengganggu funsi organ lainnya. Contoh bakteri yang menempuh cara tersebut adalah Escherichia coli yang tergolong kelompok Escherichia coli Enterohemoragik (ECEH). Kelompok bakteri ini menghasilkan toksin yang dikenal sebagai toksin Shiga karena menyerupai toksin yang dihasilkan oleh Shigella dysenteriae atau toksin Vero karena melisis sel kultur jaringan ginjal kera Afrika (Vero). Keracunan bakteri ini akan menyebabkan gejala diare berdarah tanpa atau dengan demam ringan dan dapat diikuti dengan gagal ginjal karena toksin Shiga merusak organ tersebut. Pada awal tahun 80-an keracunan oleh kelompok bakteri ini banyak dihubungkan dengan konsumsi hamburger yang tidak diolah (dipanaskan) dengan cukup, namun beberapa tahun terakhir banyak dilaporkan keracunan ECEH melalui air, susu, bahkan cider apel. Beberapa korban keracunan, khususnya anak-anak, dilaporkan mengalami gagal ginjal dan seumur hidupnya harus menjalani cuci darah.

Infeksi oleh parasit seperti protozoa dan cacing umumnya disebabkan tertelannya cyst (bentuk dorman) patogen tersebut melalui makanan. Cyst yang tertelan dan masuk ke dalam usus yang relatif ideal kondisi nutrien, pH maupun suhunya tersebut kemudian merangsang cyst untuk membentuk sel utuhnya. Beberapa cacing diketahui dapat menginfeksi dan sekaligus hidup pada organ selain usus seperti hati. Cyst protozoa maupun cacing tidak nampak oleh mata dan dapat mencemari makanan asal tumbuhan maupun hewan.

Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya toksin melalui bahan pangan ke dalam tubuh. Toksin dalam bahan pangan dapat berupa toksin secara alami terdapat dalam bahan pangan tersebut, toksin yang dihasilkan bakteri atau kapang, toksin lingkungan, atau toksin dari penggunaan pestisida.

Peristiwa intoksikasi oleh produk bakteri berbeda dengan mekanisme terjadinya infeksi. Dalam hal intoksikasi pangan oleh toksin bakteri, maka bakterinya tidak harus terdapat dalam bahan pangan. Beberapa jenis bakteri yang tumbuh dan berkembang biak dalam makanan dapat membentuk toksin dan ketika makanan tersebut ditelan maka toksin tersebut dapat mengganggu kesehatan. Toksin yang dihasilkan bakteri dapat berupa toksin emetik (seperti yang dihasilkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus ), toksin penyebab diare ( B. cereus ), sampai kepada toksin yang menyerang sistem syaraf seperti botulin yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum .

Meskipun baik toksin emetik S. aureus maupun B. cereus sama-sama merupakan protein dan menyebabkan muntah pada orang yang mengkonsumsinya, tetapi kedua toksin ini berbeda ukurannya. Toksin emetik S. aureus terdiri dari berbagai jenis dan pada umumnya tahan pemanasan sehingga sekali terbentuk dalam makanan maka sukar dihilangkan. Kasus-kasus keracunan karena toksin ini banyak terjadi karena konsumsi sandwich isi daging olahan pada acara piknik, dimana daging olahan diiris-iris, ditangani dan dipersiapkan beberapa jam sebelum dikonsumsi. Sumber S. aureus terbesar adalah tangan, rongga hidung sehingga kebiasaan buruk orang yang menangani makanan, misalnya menyentuh hidung, batuk, menggaruk-garuk muka dan seterusnya harus dihindarkan.

Botulin adalah toksin bakteri yang paling mematikan yang dapat terbentuk pada makanan kalerng yang tidak diproses dengan benar atau dengan pemanasan yang cukup. Bakteri penghasil toksin ini banyak terdapat di tanah, dan mungkin mencemari hasil pertanian maupun peternakan. Sifat bakteri ini yang anaerob obligat mengakibatkannya dapat tumbuh dan berkembang biak dalam makanan kaleng. Oleh karenanya proses pengalengan panas yang benar umumnya dilaksanakan berdasarkan konsep 12 D artinya mampu membunuh 10 12 sel C. botulinum , jumlah yang terlalu tinggi untuk mungkin terdapat dalam bahan makanan.

Intoksikasi dapat pula disebabkan oleh berbagai toksin kapang (mikotoksin) yang terbentuk dalam bahan pangan yang dicemari oleh kapang yang sehari-hari sering disebut sebagai jamur. Biji-bijian yang tidak dipanen pada waktu yang tepat, dikeringkan secara asal-asalan atau disimpan dengan baik mungkin mengundang pertumbuhan kapang. Jika tersedia gizi, air dan suhu yang tepat maka kapang tersebut membentuk metabolit sekundernya berupa toksin. Toksin kapang, yang umumnya bukan merupakan protein ini, sangat tahan panas dan diperlukan suhu yang amat tinggi seperti 150-200 o C untuk memusnahkannya. Salah satu mikotoksin yang paling banyak diketahui karakeristiknya adalah aflatoksin yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar